Pintu Hikmah di Balik Puisi Arab Zuhair Bin Abi Sulma

Sosok yang tidak asing bagi pegiat sastra Arab. Ia merupakan tokoh besar di deretan para sastrawan Arab Jahily yang sejajar dengan Imru Al-Qays dan An-Nabigha Az-Zibyani. Namanya melambung di jazirah Arab karena karya syairnya berhasil digantung di dinding Kabah "Muallaqat" sebagai penghias dan rekam jejak kehormatan penyair.
Zuhair bin Abu Sulma al-Muzanni (520-209 M), gelarnya disandarkan pada ayahnya yang memiliki anak perempuan Sulma, ia terkenal dengan Abu Sulma. Terlahir dari kabilah bani Mazinah tetapi besar dipemukiman bani Abdullah bin Ghatafan di daerah Najd. Berdarah penyair dari ayahnya Rabiah dan pamannya Basyamah. Dari sisi genealogi, tidak menafikan Zuhair menjadi penyair handal semasanya. Ia hidup dengan pengembaraan di kemelut peperangan jazirah Arab. Dengan latar belakang demikian, turut menambah daya imajinasinya lebih tinggi di bidang sastra.
Ia terkenal degan penyair Arab yang cerdas. Syair-syair yang dibuatnya kebanyakan bergenre alam yang disertai penalaran hikmah dan moralitas. Ia berhasil memadukan daya imajinasi, pikiran, serta kontemplasi terhadap representasi keberlangsungan alam semesta. Maka tak luput jika dirinya dikatakan sebagai seorang filsuf. Penyair ini bisa memadukan antara keadaan realistis masyarakat Arab saat itu dengan kata-kata mutiara hikmah.
Kekhasan syair dan puisi Zuhair terletak pada pemilihan diksi, gaya retoris, stilis, dan penggunaan Uslub Balaghy seperti kinayah, tasybih, isti'arah, mursal, itnab, dan musawah. Sisi lain dari syairnya adalah memiliki I'jaz, maddah, khoyyal, dan alfadz yang sulit dicerna masyarakat Arab. Bisa dikatakan jika ingin memahami syair dan puisi Zuhair harus disertai dengan kontemplasi dan perenungan yang mendalam.
Menurutnya, keberlangsungan hidup harus memiliki makna mendalam. Segala hal yang dilakukan manusia harus memberi manfaat secara vertikal dan horizontal. Manusia harus senantiasa ingat terhadap batasan usia yang dimiliki. Manusia tidak boleh lupa dengan Tuhan semesta alam yang telah mewujudkan alam semesta.
Semasa ia hidup telah terjadi peperangan akbar antara suku Abs dan Dzubyan yang meregang nyawa dan harta yang melimpah. Peperangan itu berhenti disaat ada dua pemuda yang berani menanggung kerugian peperangan. Zuhair mengagumi perilaku mereka berdua dan diabadikan lewat syairnya sebagaimana dalam Diwan Zubair bin Abi Sulma yang disyarahi oleh Ali Fa'ur (2003);
سئمت تكاليف الحياة ومن يعش
ثمانين حولا لا أبالك يسأم
وأعلم ما فى اليوم والأمس قبله
ولكنني عن علم ما في غد عم
ومن هاب أسباب المنايا ينلنه
ولونال أسباب السماء بسلم
ومن يجعل المعروف فى غير أهله
يعد حمده ذما عليه ويندم
ومهما تكن عند امرئ من خليقة
ولو خالها تخفى على الناس تعلم
لأن لسان المرء مفتاح قلبه
إذا هو أبدى ما يقول من الفم
لسان الفتى نصف ونصف فؤاده
فلم يبق إلا صورة اللحم والدم
Aku jenuh dengan beban-beban hidup dan barangsiapa hidup
Selama delapan puluh tahun –tidak ada bapak untukmu- pasti jenuh
Aku mengetahui apa yang terjadi di hari ini dan kemarin
Akan tetapi aku tidak mengetahui apa yang terjadi esok
Barangsiapa takut kepada sebab-sebab kematian niscaya ia mendapatkannya
Walaupun dia meraih sebab-sebab langit dengan tangga
Barangsiapa meletakkan kebaikan tidak pada tempatnya
Maka pujian untuknya berbalik menjadi celaan dan dia menyesal
Apapun tabiat yang dimiliki seseorang
Walaupun dia mengiranya samar bagi manusia, ia diketahui
Karena lidah seseorang adalah kunci hatinya
Jika dia menampakkan apa yang dikatakan dari mulut
Lidah seseorang adalah separuh dan separuhnya lagi adalah hatinya
Selain itu hanyalah bentuk tulang dan daging
Zuhair banyak memengaruhi pemikiran sastrawan Arab berikutnya seperti Al-Mutanabby, Abu Al-Atahiyyah, dan beberapa sastrawan Arab yang lain.***
*Wahyu Hanafi, adalah Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa Arab INSURI Ponorogo, Pegiat linguistik dan sastra Arab. Saat ini mengemban amanah sebagai ketua Redaksi Jurnal Scaffolding Fakultas Tarbiyah INSURI dan aktif menjadi pembicara di beberapa konferensi linguistik dan sastra Arab di tingkat nasional dan internasional.