'Beyond Creativity' Lagu Rembulan Ing Wengi

10 Desember 2019 16:16
'Beyond Creativity' Lagu Rembulan Ing Wengi
Oleh Murdianto An Nawie*

Beberapa bulan terakhir, saya terkesan oleh sebuah lagu. Rembulan Ing Wengi judulnya. Lagu ini diciptakan oleh Ipa Hadi Sasono, seorang mahasiswa Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta. Ipa Hadi, asal Munjungan Trenggalek. (Kenalkan, penulis juga kelahiran Trenggalek. Ups. Sesama lahir di pegunungan kidul Trenggalek).

Menyukai suatu barangkali subyektif. Tapi lagu yang viral, banyak dicover tentu bukan soal subyektivitas. Lagu Rembulan ing Wengi ini memiliki lirik berbeda. Diksi bahasa Jawanya khas. Itu kesan pertama. Penulis menyukai tembang ini bukan karena sentimen kedaerahan. Misalnya kesamaan asal kelahiran.

Lantas apa yang membuat lagu ini viral? Mengapa banyak dicover? Dinyanyikan dalam pesta perkawinan hingga pementasan konser. Saya menangkap dengan jelas bahwa jawabannya adalah: kreativitas dan totalitas dalam berkarya.

Ditengah kembalinya kecintaan anak muda pada tembang Jawa, Ipa Hadi mencipta lagu yang tepat. Sumbu dan tema-nya tak pernah klasik: cinta. Ipa Hadi Sasono mengaku berniat mengabadikan moment. Peristiwa penting dalam hidup. Mencintai adalah peristiwa teramat penting dalam hidup. Bukan karena obyek yang cintai. Tapi pada ‘state of feeling’ yang sedang dirasakan. Dan bagi seniman, ini kondisi terbaik bagi seniman untuk berkreasi.

Pencipta Rembulan Ing Wengi rupanya dalam kondisi terbaik untuk mencipta karya. Seorang yang dicintainya, bahkan menginspirasi di seluruh liriknya. Cobalah mencermati liriknya. Fokus pada huruf pertama di setiap liriknya. Ada nama di sana.

 

Rembulan ing wengi tansah hanyekseni
Endah paras manis esem lan guyumu
Ginambar ing batin tan bisa nglalekke
Yekti nimas ora ana liyane

Tatapan netramu nembus ing atiku
Agawe aku mung mikirne sliramu
Cahyaning rembulan kalah klawan esemmu
Amung nimas

Hawa ning jero barin pengin tansah sesandhing
Ya mung karo nimas, atiku mung kanggo nimas
Nadyan akeh pepalang, ngalangi dalan katresnan
Iku pancen dalan supaya tresna iki bakal kasembadan

Ipa Hadi Sasono sang pencipta memberikan isyarat khas seniman. Tertulis dengan jelas: REGYTA CAHYaNI. Apakah itu orang yang hadir dalam penciptaan lagu itu, hanya Ipa Hadi yang tahu. 

Begitulah kreativitas kaum seniman. Kaum seniman selalu menangkap dan mencipta sisi yang tak pernah menjadi perhatian banyak orang. Dan mengekspresikan state of felling, kondisi perasaan yang sedang dialaminya secara unik. Namun jangan dilupa poros kreativitas itu adalah: cinta yang kuat.

Namun urusan cinta ini bukan monopoli kaum seniman. Siapapun yang berniat mencipta suatu karya harus dilandasi cinta yang mendalam. Menulis, butuh cinta yang kuat pada tradisi literasi. Mendidik, perlu cinta yang kuat pada anak-anak manusia. Namun yang pasti kita dapat belajar dari Ipa Hadi Sasono. Bahwa kreativitas dan cinta yang kuat adalah poros dari karya terbaik yang akan tercipta dalam hidup manusia.

Dari Ipa Hadi Sasono, kita belajar tentang proses kreatif dalam berkarya. Berkarya memerlukan totalitas. Karya terbaik adalah hasil kreativitas yang bersumbu pada cinta yang kuat. 

Proses Kreatif

Setidaknya diperlukan beberapa aspek dalam proses kreatif penciptaan karya. Pertama, adalah kemampuan berpikir kritis. Seorang seniman memiliki sisi kritis yang unik. Ia melihat apa yang tidak dilihat oleh orang lain. Konon Lao Tze pernah menyatakan: jika seniman menunggang hewan tunggangan, dia akan menghadap ke belakang. Dia akan melihat sisi yang tidak dilihat orang lain. Dan pencipta Rembulan ing Wengi melakukannya. Ia mengungkap rasa cintanya dengan diksi-diksi jawa halus. Elemen-elemen tradisi jawa klasik dia garap. Sesuai yang jarang dipakai oleh seniman muda di era digital.

Kedua, kepekaan emosi dan daya imajinasi. Penulis menduga, pencipta lagu ini sedang kasmaran. Suatu pengalaman batin yang khas, apalagi di masa muda. Situasi ini membuat orang peka menangkap bahasa simbolik yang dapat mewakili situasi batinnya. Ia mengkaitkan emosi dengan fenomena cahaya rembulan, senyuman, tatapan mata. Kemudian merubahnya dengan kata romantik. Rembulan Ing Wengi diksinya sama sekali tidak terasa: nggombal. Itu yang ditangkap penulis. Gabungan antara kepekaan emosi dan daya imajinasi yang kuat, serta kemampuan sastrawi yang cukup.

Ketiga, bakat. Nampak kuat bahwa sebagai anak muda, usia duapuluhan awal pencipta lagu ini dapat meramu karya yang hampir sempurna. Setidaknya ditelinga para penikmatnya. Dan itu hanya dilakukan oleh seseorang yang memiliki bakat yang telah ada sejak lama.

*Dosen Tetap Pascasarjana INSURI Ponorogo, Penikmat Campursari

Keterangan Foto: pencipta lagu Rembulan Ing Wengi, Ipa Hadi Sasono