Masa Depan Madrasah Diniyah Takmiliyah di Kabupaten Ponorogo

30 Mei 2022 16:48
Masa Depan Madrasah Diniyah Takmiliyah di Kabupaten Ponorogo
Oleh Jamal Mustofa

Madrasah Diniyah Takmiliyah merupakan lembaga pendidikan keagamaan non formal yang tumbuh dan berkembang hampir di seluruh kawasan pedesaan di Ponorogo. Lembaga ini merupakan salah satu lembaga yang berbasis masyarakat (comunity based education). Madrasah Diniyah Takmiliyah berdiri karena inisiatif dari masyarakat sendiri, dikelola dan dikembangkan seluruhnya oleh masyarakat. Meskipun merupakan lembaga pendidikan pelengkap, dengan motivasi utama, mengajarkan ilmu-ilmu keIsalaman kepada masyarakat dilingkungannya, Madrasah Diniyah Takmiliyah mendapat sambutan yang sangat bagus. Keberadaanya dianggap sebagai embrio lembaga pendidikan pesantren. Dalam berbagai bentuknya lembaga pendidikan berbasis masyarakat itu ada bersamaan dengan adanya Islam di Indonesia.

Dalam regulasi pendidikan di Indonesia, Nomenklatur Madrasah Diniyah Takmiliyah terdapat Peraturan Pemerintah Nomor 55 tahun 2007. Dalam peraturan itu disebutkan bahwa Pendidikan Keagamaan Islam terdiri dari dua, yaitu Pendidikan Diniyah dan Pendidikan Pesantren. Sementara pendidikan Diniyah sendiri terdiri dari Pendidikan Diniyah Formal dan Pendidikan Diniyah Non Formal. Pendidikan Diniyah Non Formal terdiri dari Pengajian Kitab, Pendidikan Al-qur’an, Madrasah Diniyah Takmiliyah, majlis taklim dan lembaga pendidikan lain yang sejenis.

Penamaan Takmiliyah berdasarkan pertimbangan bahwa kegiatan madrasah diniyah takmiliyah merupakan pendidikan tambahan sebagai penyempurna bagi siswa sekolah dasar (SD), sekolah menengah pertama (SMP), dan sekolah menengah atas (SMA) yang hanya mendapat pendidikan agama Islam dua jam pelajaran dalam satu minggu, oleh karena itu sesuai dengan artinya maka kegiatan tersebut yang tepat adalah diniyah takmiliah. Madrasah Diniyah (MD) atau pada saat ini disebut Madrasah Diniyah Takmiliah (MDT). Sesuai dengan Panduan Penyelenggaraan Diniyah Takmiliyah yang diterbitkan Kementerian Agama RI (2004), Madrasah Diniyah Takmiliyah ialah suatu sutu pendidikan keagamaan Islam nonformal yang menyelenggarakan pendidikan Islam sebagai pelengkap bagi siswa pendidikan umum. Untuk tingkat dasar (diniah takmiliya awaliyah) dengan masa belajar 4 tahun. Untuk menengah atas (diniah takmiliyah wustha) masa belajar 2 tahun, untuk menengah atas (diniyah ulya) masa belajar selama 2 tahun dengan jumlah jam belajar minimal 18 jam pelajaran dalam seminggu.  

Meskipun keberadaannya sebagai lembaga pelengkap, keberadaan Madrasah Diniyah Takmiliyah “dianggap” cukup mendapat perhatian dari Pemerintah. Baik itu dukungan fasilitas, pembinaan maupun pendanaan kepada Madarash Diniyah Takmiliyah telah cukup  diberikan oleh Pemerintah. Pemerintah Pusat melalui kementerian Agama telah memberikan dukungan Bantuan Operasional kepada Mkadrasah Diniyah Takmiliyah setiap tahun. Demikian pula pemerintah Provinsi Jawa Timur telah memberikan dukungan berupa Bantuan Operasional Diniyah (BOSDA), dam pemerintah Kabupaten Ponorogo juga memberikan dukungan sejak tahun 2015 berupa progtram bantuan insentif guru Ngaji.

Lebih dari itu pada tahun 2019 Pemerintah Kabupaten Ponorogo menginisiasi adanya peraturan daerah tentang Fasilitasi Pendidikan Diniyah Non Formal dan Pesantren. Melalui peraturan tersebut, pemerintah kabupaten Ponorogo mengharapkan adanya perhatian lebih kepada eksistensi diniyah takmiliyah.  Salah satu semangat Raperda Fasilitasi Pendidikan Diniyah Non Formal dan Pesantren yakni adanya wewenang kepada pemerintah daerah untuk memberikan fasiltasi penganggaran dan bahakan adanya bagian yang mengatur kewajiban mampu membaca al-qur’an kepada siswa sekolah umum yangt beragama Islam dengandibuktikan sertifikat atau syahadah dari satuan pendidikan yang mengajarkan baca tulis Al-qur’an (TPQ/TPA. MDT dan Pesantren). Apa yang dinisiasi oleh Kabupaten Ponorogo ini tidaklah berlebihan, mengingat banyak daerah yang telah mendahului penerapan aturan tersebut seperti Pasuruan, Bogor, dan Pandeglang.

 Melalui tahapan tahapan legalisasi, perda tersebut telah mendapat persetujuan dari semua pihak pada rapat paripurna DPRD pada tanggal 21 Oktober 2020. Sayang sekali, sampai dengan saat ini raperda tersebut belum diundangkan, pada tahapan fasilitasi dengan Gubernur, Pemerintah Pusat mengeluarkan Pemerintah Pusat Nomor 82 tahun 2021 tentang dana abadi pesantren. Secara regulasi raperda tentang fasilitasi pendidikan diniyah non formal dan pesantren harus menyesuaikan konsideran dengan Peraturan Pemerintah tersebut. Dan sampai saat ini, Raperda fasilitasi pendidikan diniyah non formal dan pesantren masih menunggu hasil fasilitasi Provinsi untuk diundangkan.

Dalam sebuah berita berjudul  Menghidupkan Tradisi Sekolah Sore di SD di Jawa Pos, Radar Ponorogo, (Senin 30/5/2022), Edy Suprianto (Kabid Pendidikan SD Dinas Pendidikan Kabupaten Ponorogo) mengatakan bahwa pihakya, sedang mengusulkan adanya Peraturan Bupati yang mengatur adanya kewajiban duntuk mengadakan kegiatan ngaji sore di SD. Disebutkan bahwa usulan ini didasari akan keresahan akan minimnya jumlah murid di Sekolah Dasar Negeri, sehigga dimunculkan gagasan terobosan penyelenggaraan ngaji (seperti Madrasah Diniyah) di SD.

Menyikapi pemberitaan tersebut, penulis berpendapat, pertama, secara normatif, gagasan dinas pendidikan tersebut mestinya harus dikonsultasikan (harmonisasi) dengan peraturan diatasanya, misalnya perda nomor 3 tahun 2013 tentang penyelenggaraan Pendidikan. Kedua, Penulis beranggapan gagasan ini terkesan buru-buru, semestinya gagasan tersebut manunggu diundangkannya Peraturan Daerah Kabupaten Ponorogo tentang fasilitasi Pendidikan Diniyah Non Formal dan Pesantren. Tentu saja pendapat ini diringi dengan dorongan kepada pihak terkait (khususnya DPRD) untuk segera menindak lanjuti tahapan legislasi yang hanya menyisakan tahapan pengundangan. Mengingat raperda tersebut telah melalui serangkaian tahapan dan telah mendapat persetujuan semua pihak.

Ketiga, Gagasan tersebut harus dikaji sedemikian rupa secara bijak dengan mempertimbangkan eksistensi Pendidikan Diniyah No formal (TPQ/A dan MDT), mengingat keberadaan dan eksistensi lembaga non formal tersebut telah diterima oleh sebagian besar wali murid di Ponorogo yang memilih menyekolahkan anaknya di Madin Takmiliyah sebagai pelengkap pendidikan di sekolah umum. Perlu diketahui sesuai dengan data DPC Forum Komunikasi Diniyah Takmiliyah (FKDT) Kabupaten Ponorogo saat ini terdapat 654 Diniyah Takmiliyah tingkat Awaliyah dan Wustho di Kabupaten Ponorogo. Jangan sampai rencana kebijakan tersebut justru menimbulkan konflik di masyarakat. Konflik yang muncul akibat ancaman terhadap eksistensi Madrasah Diniyah Takmiliyah di Ponorogo sepenuhnya tumbuh dan didukung oleh masyarakat (community based education)

Keempat, pilihan Bijak bagi SD untuk menambah nilai tawarnya dengan menambah muatan lokal pendidikan baca tulis al Quran adalah dengan mengembangkan kerja sama dengan Madrasah Diniyah Takmiliyah yang telah tumbuh di masyarakat sekitarnya. Bukan dengan mendirikan lembaga Madrasah Diniyah baru. Tentu hal ini memberikan kesempatan bagi siswa SD yang paginya bersekolah, sorenya siswa SD tersebut bisa sekolah ngaji di Diniyah Takmiliyah yang telah ada. Dengan cara ini SD bisa memberikan nilai tawar ketika anak lulus di SD tersebut anak akan mendapatkan dua ijazah, ijazah SD dan Ijazah Diniyah takmiliyah. Menghormati eksistensi lembaga milik masyarakat berupa Diniyah Takmiliyah yang telah eksis sebelumnya, institus Sekolah Dasar akan lebih mendapat dukungan dari Masyarakat.

Jamal Mustofa, Anggota Bidang Advokasi DPC Forum Komunikasi Diniyah Takmiliyah Kabupaten Ponorogo, Alumni INSURI Ponorogo